Saya rasa judul di atas tak berlebihan, memang seperti itulah adanya Sarah Abdini Walangitang yang punya nama beken di sosmed, Simbok Poncokusumo, hidupnya untuk bersepeda. Cukup lama saya sebenernya pengen ngobrol sm simbok, kemudian menuliskan sedikit cerita tentangnya di blog Braderian. Namun waktu tak kunjung bertemu, jadi baru minggu lalu akhirnya saya texting beliau via WA.

Beginilah obrolan kami..

Simbok Poncokusumo Dua, bagitu namanya di Facebook, itu nama asli? Boleh tau nama aslinya mbok? — Hmm, tentu saja bukan, nama asli saya Sarah Walangitang


Sarah Abdini Walangitang dengan nama beken di sosmed Simbok Poncokusumo

Sudahlah kami tau, simbok itu sepeda banget. Simbok is Sepeda, Sepeda is Simbok, pertanyaannya kmaren sarapan makan apa mbok? –Hmm.. ga nyambung. Sarapan pisang sama jambu biji, kopi item pahit.


Kapan mulai bersepeda? –Sejak usia 2 tahun, sempat vakum waktu usia produktif, jelang masa pensiun bersepeda lagi, tahun 2006.

Di tahun berapa yg benar-benar mulai dedikasi dengan sepeda? — 2007

Bersepeda jarak jauh — nikmat dunia yang simbok pilih


Kenapa hobi sepeda? Bukannya ibu-ibu biasanya hobby belanja, memasak, atau menjahit mungkin? — Sebentar saya luruskan dulu, mana penggarisnya ? Bersepeda bukan hobi buat saya, saya butuh bersepeda seperti orang butuh makan. Belanja adalah kewajiban, kalau tidak serumah bisa lemes ga makan, memasak dan menjahit adalah keharusan buat seorang ibu daaan nenek.


Apa goalnya bersepeda? — hidup sehat bebas penyakit daaan awet muda

Seberapa jauh pernah bersepeda? Durasi berapa lama? –Kurang lebih 800 kilometer, 8 hari


Ada seseorang/ kejadian yg menginspirasi sehingga punya komitmen bersepeda tinggi? — Ga ada sih

Apa cita-cita yg belum tercapai dalam bersepeda? — Sendiri atau berdua berkeliling Pulau Jawa dan berkampanye sepeda dengan bersosialisasi sepeda masuk sekolah atau kantor2, jika sudah dan masih ada umur panjang lanjut, keliling 35 propinsi di Indonesia untuk melakukan hal yang sama, (cross my fingers)


Mbok, dengan usia belia sekarang ini, apa ga capek? Bagaimana mengatasinya? — Hahaha.. beliaaa! Bohong besar kalo dibilang ga capek, tapiiii … setiap mengakhiri tiap etape, ada yang ga bisa diutarakan dengan kata, pun selama perjalanan karena setiap kayuhan punya nikmat, sengsara dan kisah sendiri2, yang justru membuat ga bakal kapok bahkan berhenti, sama seperti kita berniat mendaki gunung, meski saya cuma lulusan Penanggungan, Welirang, Arjuno, Argopuro, Raung, Semeru, Agung dan Rinjani, jejak saja kaki dan nikmati setiap tapakan, jika bisa mencapai puncak itu hanyalah bonus… Sama nikmati saja setiap kayuhan ga peduli ringan atau berat, karena bersepeda bukan seberapa cepat mencapai tujuan atau seberapa jauh tujuan, tapi lebih kepada ber-introspeksi diri seberapa banyak yang sudah dikontribusikan kepada ibu pertiwi dan seberapa banyak sejarah yang dicipta buat anak dan cucu.


Ada pesan buat generasi muda sekarang? –Hiduplah dengan bahagia dan selalu jujur, terutama terhadap diri sendiri dan alam semesta.

Lintas generasi, Simbok pernah bersepeda dengan Luthfi “Penggowes” Maiza Kusuma

Mengapa terlihat lebih dekat dengan Polygon dan Rodalink? –Karena sejak lulus event Srikandi 2, event bersepeda untuk perempuan bersepeda helatan Bike To Work Indonesia tahunan saat itu, untuk memperingati hari Kartini, rute Jepara – Bandung – 688km, April 2012, saya sadar, tak mudah bisa mewakili Jawa Timur karena memang peserta dipilih berdasarkan audisi dan penilaian tertentu dan hanya satu atau sedikit untuk masing2 propinsi. Dan Polygon mendukung abis2an, dengan fasilitas berupa sepeda, kostum, bike pan, glove, tumblers, dan lain sebagainya sehingga kami hanya membawa badan dan baju dalem. Kalau ditotal pengeluaran Polygon per orang peserta bisa mencapai sekian juta, dan adalah kesalahan besar saat itu karena tidak me-launch produk Polygon Cleo 2012, terbaru saat itu dengan baik di masing2 gerai Rodalink di setiap kota yang kami singgahi. Saya yang terbiasa melihat dari kacamata seorang EO, itu adalah sebuah kerugian.


Sehingga usai event tersebut, meskipun sebelumnya sudah rajin berkampanye sepeda, saya bertekad untuk menghabiskan usia dengan berkampanye sepeda. Dan Polygon amat mendukung dan selalu memfasilitasi semua perjalanan panjang keliling Jawa Timur dengan crew karena di setiap kota yang saya singgahi saya selalu bersosialisasi masuk sekolah atau instansi, bahkan beberapa kali diterima para bupati masing2 daerah untuk sekedar berramah tamah. Hanya karena kesibukan bekerja membuat frekwensinya menurun di tahun 2016 dan 2017.
Rodalink ? Karena status saya yang saat ini memang sebagai event promotor dan influencer di Rodalink Waru Surabaya, event promotor di Rodalink Pahlawan Sidoarjo, dan Sales Agent untuk seluruh gerai Rodalink di Indonesia.

Simbok dalam satu kesempatan launching product Polygon Divine.


Pernah ada sesuatu hal yg membuat merasa kapok bersepeda sementara? –Ga pernah

Sejauh ini, genre sepeda apa yg paling disukai? –MTB dan Touring Bike

Touring bisa menaklukan keegoisan diri dan menemukan banyak keluarga baru sepanjang perjalanan” — Sarah “Simbok” Abdini

Mengapa suka touring?
Sebentar, sebenarnya buat saya bukan touring, belum tepatnya, karena saya hanya mampu melibas sekian ratus kilometer masih dibawah 1.000 kilometer setiap perjalanan. Hanya bersepeda ke luar kota saja. Kalau touring itu adalah istilah kalau saya sudah mampu menempuh jarak di atas 1.000 (seribu) kilometer atau bahkan lebih dalam sekali perjalanan. Ada kebahagiaan yang tak bisa digambarkan ketika bisa mencapai jarak di sekian ratus kilometer, sendiri, karena bisa menaklukan keegoisan diri dan menemukan banyak keluarga baru sepanjang perjalanan. Dan setiap perjalanan adalah hidayah dan berkah.

Simbok termasuk yang tidak terlalu pilih-pilih genre sepeda, pernah pakai Polygon Xtrada untuk touring.


Hobi selain sepeda?–Masih jalan2 ke gunung sambil bawa sampah turun dan traveling, dengan sepeda tentu.

Terakhir nih mbok, agak berat. 2 kuintal. Sejauh ini sudah banyak jalur sepeda di kota besar. Namun efektifitasnya dirasa kurang berjalan. Peran konkrit apa yg perlu dilakukan oleh pemerintah supaya di kota tertentu bisa lebih ramah untuk bersepeda? Lalu perlukah peran perusahaan sepeda? Perlu jugakah peran komunitas? Apa perannya? –Hmm ini masalah klasik, efek domino sih, latah aja .. tapi kelanjutan dari keberadaannya ga masuk hitungan. Jadi yang paling tepat adalah kalau para petinggi/birokrat, perwakilan dari pesepeda dan perusahaan sepeda bisa duduk bareng dalam kondisi yang sangat nyaman, untuk membicarakan dan mendiskusikan perihal jalur sepeda.

Karena masyarakat umum dan pesepeda lebih sering tak mengetahui status jalan yang dilalui dalam sebuah kota, apakah itu milik pemkot atau propinsi, dimana masing2 status itu lengkap dengan ubo rampe hak dan kewajibannya. Sehingga, baik para petinggi dan pesepeda bertahan dengan keegoisan masing2 mempertahankan alibi. Sosialisasi baik dari pihak petinggi dan pesepeda harus berjalan beriringan dibantu dengan perusahaan sepeda sehingga bisa seirama diterima oleh masyarakat umum, dan tidak terputus. Dan saya yakin hal ini pasti memakan waktu yang amat panjang, mengingat banyak hal lain yang masuk dalam daftar prioritas RAPBN masing2 daerah dan pemkot tentu saja. Itulah gunanya kita duduk berdampingan untuk mengethaui masing2 permasalahan dan bisa mencari solusi bersama juga seperti yang termaktub di sila ke-4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh permusyawaratan perwakilan demi terwujudnya sila ke-5 Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Setidaknya sebagai pesepeda, seharusnya belajar memahami juga apa yang terjadi di pemerintahan sehingga sebagai feed back, para petinggi pun akan dengan legowo memahami pesepeda, baru bisa terbentuk kesinergisan dalam beraksi.

Polygon Xtrada, pernah dibawanya ke Gunung Bromo.

Makasih ya mbok buat waktunya, besok masih sarapan pisang sama jambu biji lagi?

 

Foto: Akun Facebook – Sarah Poncokusumo