Berbicara tentang sepeda, seringkali berbicara tentang komunitasnya juga. Masyarakat Indonesia pada dasarnya suka "ngumpul", sehingga komunitas sepedapun menjamur. Komunitas sepeda sendiri secara alami terbentuk karena alasan latar belakang yang berbeda, bisa karena genre-nya, bisa karena brand sepedanya, tipe sepeda, kota, gender, dll Kali ini kita bahas brand community, yakni komunitas yang terbentuk karena anggotanya merasa
Kelanjutan fakta 27.5 sebelumnya yang akan membawa Sobat Braderian menentukan pilihan (dan mengikuti tren) antara 26", 27.5" atau bahkan 29". 27.5 dirasa pas bagi sebagian besar kalangan karena diameter roda tak terlalu besar seperti 29" yang akan kesulitan dalam bermanuver, namun juga tak terlalu kecil seperti 26" dalam hal kelincahan handling. "Tren" 27.5 ini dibarengi
Setahun ini ada yang ramai di genre road bike di Indonesia, salah satunya sejak Polygon merilis Strattos kira-kira 2 tahun yang lalu. Strattos adalah tipe Polygon yang telah lama terkubur kemudian dibangkitkan lagi pada 2015. Mengapa bikin rame? karena Strattos punya spesifikasi "value for money"! Saat itu Polygon rilis Strattos S2 dengan harga hemat, dimana
Sebagian orang masih bertanya-tanya mana yang lebih baik, 26", 27,5" atau 29"? Menurut kami, ketiganya adalah sebuah preferensi. Seperti halnya ada orang yang suka Kopi Toraja, yang lain suka Kopi Medan, dan yang lain lagi suka Kopi Bali! artinya ketiganya sebenarnya sama-sama enak, tergantung preferensi tiap orang. Setuju tidak?Namun kadang karena sebuah "tren" atau karena kepentingan
Membaca salah satu komentar follower di Polygon Bikes ID, brader tersebut terheran-heran dengan salah satu postingan yang mencantumkan harga sebuah sepeda.. dan berkomentar "Kenapa kok harga sepeda bisa semahal gitu?" Polygon XQUARONE EX8, Sepeda enduro dengan teknologi suspensi mutakhir, seharga Rp.82.000.000 Pertanyaan itu sungguh wajar, sangat sering kami mendengarnya, karena harga sepeda bisa menjadi
Sobat Braderian pasti sedikit kesal kalau mendengar kata “hujan”, identik dengan basah-basahan yang berujung pada jalur yang biasa dilewati dalam keadaan kering, panas dan berdebu akan berganti dengan gumpalan-gumpalan tanah liat yang akan mengurangi keasyikan gowes di akhir pekan dengan sepeda kesayangan. Kotor? Pastinya, tapi kalau kotor dengan banyak lumpur yang menghinggapi sepeda kesayangan sobat
ACM, KW, Grade Ori Super, Generik, Replika dan sederet istilah lain biasa digunakan oleh oknum-oknum yang menjual atau menawarkan barang palsu. Termasuk yang biasa sobat Braderian di line up merk populer , mulai dari part berbentuk headset, wheelset, frame sampai menyebar ke apparel dengan merk-merk terkenal (dan mahal). Pernahkah Brader menemui merk-merk seperti Ritchey,
Dropper seatpost penantang merk-merk terkemuka telah dilepas ke pasaran awal tahun ini. Dengan nama DVO Garnet, pabrikan amerika ini siap menginvasi dominasi nama-nama yang telah merajai pasar berbekal pengembangan produk sekian tahun dengan beberapa tim developed dan pro rider legend Cedric Gracia. Ketika awal diperkenalkan di gelaran Interbike pertengahan tahun 2016 lalu, DVO Garnet membenamkan
Mendengar kata ini mungkin Sobat Braderian akan bertanya-tanya adakah kaitannya dengan sepeda terutama parts nya? Umumnya semua parts memang ada batas pemakaian seiring dengan berjalannya waktu. Namun tahukah sobat Braderian ada satu part yang menempel di sepeda dan sangat vital namun akan kadaluarsa sebelum digunakan/masih dipajang di toko sepeda dalam tempo yang lama. Ban sepeda.
Part yang menempel di sepeda sobat braderian berbahan apa saja? Titanium? Aluminium? Atau malah carbon? Mungkin sebagian besar akan menjawab logam berlambang Al di pelajaran Kimia sewaktu sekolah dulu ini menjadi dominan di kalangan pesepeda, mulai handlebar, stem, seatpost bahkan frame. Pernah bingung istilah kode di label atau di katalog produk berbahan Aluminium seperti seri 7005
